Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjawab terkait kabar terbaru rencana divestasi saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS). Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan rencana tersebut belum dapat terealisasi karena masih melihat kondisi pasar.
“Belum, ini masih lihat market dulu,” kata pria yang akrab disapa Tiko itu di Four Seasons Hotel, Selasa (20/8/2024).
Ia kemudian mengatakan masing-masing bank BUMN pemegang saham BRIS sedang mengkaji rencana divestasi itu. Sebagaimana diketahui, salah satu pemegang saham BRIS, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) hendak mengurangi kepemilikan secara perlahan
“Ya, lagi dikaji sama timnya mereka kan, dari corporate action, ya dari masing-masing bank,” pungkas Tiko.
Menurutnya, harga BRIS usai divestasi belum dapat diprediksi, karena bergantung dengan kondisi pasar saat rencana itu terealisasi. Namun, Tiko mengaku belum tahu pasti kapan pelaksanaan divestasi tersebut.
Berdasarkan data RTI Business, komposisi pemegang saham BSI terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang menggenggam 51,47% saham, kemudian diikuti BNI sebesar 23,24%, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencapai 15,38%.
Tiko sebelumnya mengatakan, BRI dan BNI akan keluar secara perlahan dari BRIS. Sementara Bank Mandiri tetap akan menjadi pemegang saham pengendali.
Dia berharap investor baru nantinya bisa menjadikan BSI sebagai bank syariah yang bertumbuh secara global. Sebelumnya Kementerian BUMN sempat mencari investor strategis dari Timur Tengah untuk BRIS.
Sementara itu, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan pihaknya bakal melepas saham BRIS sedikit demi sedikit guna menambah modal untuk ekspansi BNI Life atau pun BNI Asset Management.
Namun, bank pelat merah itu tetap ingin mempertahankan sebagian kepemilikan sahamnya di BRIS. Royke juga mengatakan bahwa modal BNI saat ini masih memadai.
“Jika kami butuh modal untuk yang lain kami pasti jual sebagian-sebagian,” kata Royke saat ditemui CNBC Indonesia di Jakarta, Jumat (5/7/2024).
Royke kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa pihaknya memang belum tentu melepas saham BRIS. Ia juga mengatakan BNI pasti meminta izin terlebih dahulu jika ingin melakukan aksi korporasi tersebut.
“Saya bilang ya kita belum tentu [dijual], kalau ada opportunity paling kita harus ada proses izin dulu, masuk di RBB, izin keterbukaan informasi. Jadi nggak mungkin aku sembarangan main jual saham perusahaan kan nggak,” ujarnya di Gedung DPR, Senin (8/7/2024).
Royke juga menjelaskan bahwa bila ada rencana divestasi, maka selalu ada porsi berimbang kepada anak perusahaan.
“Kan selalu ada imbangannya. Kalau pengen ada yang dilepas, pasti ngimbangin ke anak perusahaan lain modal. Namanya situasi ekonomi lagi kayak kemarin butuh capital yang gede, BNI Life, yang lain. Tapi kita juga belum ada satu putusan yang final mau jual atau nggak,” terang Royke
“Kalau mau jual [saham BRIS] pun itu harus jadi modal, masukin lagi ke perusahaan. Kan bukan untuk laba. Bukan kepentingan dapetin laba, orang perusahaan masih untung kok.”
Sementara itu, BRI pada bulan Maret lalu mengatakan pihaknya tengah fokus untuk menciptakan nilai pada BSI.
“Kita sudah lakukan merger dari BRI Syariah menjadi BSI dan value-nya naik. Maka, kita upayakan value [BSI] tidak turun,” kata Sunarso usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Rabu (20/3/2024).
Ia mengatakan akan ada beberapa hal yang dipertimbangkan oleh pemegang saham sebelum melepas saham BRIS, seperti kecocokan harga hingga calon mitra strategis.
“Selain harga yang cocok dan bisa meningkatkan value. Kedua, bahwa calon mitranya juga cocok dengan BSI. Ya kita deal. Tapi kalau nggak terpenuhi dua itu ya kita nggak deal dan akan [tetap] existing seperti sekarang,” pungkas Sunarso.