Sah! Tetangga RI Ketok UU Bos Dilarang Kontak di Luar Jam Kerja

Bendera Australia dan Aborigin berkibar setengah tiang di Harbour Bridge di Sydney, Jumat (9/9/2022). Bendera setengah tiang tersebut sebagai penghormatan atas meninggalnya Ratu Elizabeth II, pemimpin terlama dalam sejarah Inggris dalam usia 96 tahun. (Photo by ROBERT WALLACE/AFP via Getty Images)
Foto: Australia (Photo by ROBERT WALLACE/AFP via Getty Images)

Australia memberlakukan undang-undang (UU) pekerjaan baru, Senin (26/8/2024). Aturan ini menjelaskan bahwa karyawan tidak dapat disanksi oleh perusahaan karena menolak membaca atau menanggapi kontak dari atasan mereka di luar jam kerja.

Mengutip Reuters, UU yang dinamai hak untuk memutus sambungan ini disambut baik oleh para penyokong adanya hak ini. Mereka mengatakan UU tersebut memberi pekerja kepercayaan diri untuk melawan gangguan yang terus-menerus terhadap kehidupan pribadi karyawan melalui email, teks, dan panggilan kantor.

“Sebelum kita memiliki teknologi digital, tidak ada gangguan, orang-orang akan pulang di akhir shift dan tidak akan ada kontak sampai mereka kembali keesokan harinya,” kata John Hopkins, seorang profesor madya di Universitas Teknologi Swinburne.

“Sekarang, secara global, menerima email, SMS, panggilan telepon di luar jam tersebut sudah menjadi hal yang lumrah, bahkan saat sedang liburan,” tegasnya.

Hal ini juga disambut baik oleh karyawan. Rachel Abdelnour, yang bekerja di bidang periklanan, mengatakan perubahan tersebut akan membantunya melepaskan diri dari industri tempat klien seringkali memiliki jam kerja yang berbeda.

“Saya pikir sebenarnya sangat penting bagi kita untuk memiliki undang-undang seperti ini. Kita menghabiskan begitu banyak waktu dengan ponsel, email sepanjang hari, dan saya pikir sangat sulit untuk mematikannya,” ujarnya.

Menurut survei yang dibuka tahun lalu oleh Australia Institute, warga Australia bekerja rata-rata 281 jam lembur tanpa dibayar pada tahun 2023. Mereka memperkirakan nilai moneter dari tenaga kerja tersebut sebesar 130 miliar dolar Australia (Rp 1.353 triliun).

UU tersebut menambahkan Australia ke dalam kelompok negara yang memiliki aturan serupa. Diketahui, sebagian besar negara yang telah memberlakukan aturan ini berada di Eropa dan Amerika Latin.

Meski ada sambutan baik, kelompok pengusaha Australian Industry Group mengatakan ada ambiguitas dalam aturan ini. Mereka menyebut pekerjaan akan menjadi kurang fleksibel dan dengan demikian memperlambat ekonomi.

“UU tersebut secara harfiah dan kiasan muncul begitu saja, diperkenalkan tanpa banyak konsultasi tentang dampak praktisnya dan hanya menyisakan sedikit waktu bagi para pengusaha untuk mempersiapkan diri,” kata kelompok tersebut pada hari Kamis lalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*