Boeing Celaka Lagi! Intip Kinerja Keuangan & Sahamnya di 2024

Pesawat Boeing 777. (Dok. Boeing)

Perusahaan raksasa produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) yakni Boeing lagi-lagi mendapat sorotan di akhir 2024 pasca kecelakaan pesawat asal Korea Selatan yakni Jeju Air di Bandara Muan pada Minggu (29/12/2024) lalu.

Menjelang berakhirnya 2024, industri penerbangan kembali berduka setelah pesawat Jeju Air mengalami kecelakaan tragis yang menewaskan 179 dari 181 penumpang yang dibawanya. Jeju Air yang mengalami kecelakaan di Bandara Muan itu menggunakan Boeing 737-800.

Dilansir dari AP, Senin (30/12/2024) penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan, walau sejauh ini serangan burung yang ditengarai menjadi penyebabnya.

Kinerja Boeing kembali dipertanyakan dalam kecelakaan itu setelah serangkaian kecelakaan fatal terkait keamanan dari pesawat ciptaannya.

Saat ini, ahli penerbangan mencoba netral. Alan Price, mantan kepala pilot di Delta Air Lines, yang sekarang menjadi konsultan, mengatakan tidak tepat untuk menghubungkan insiden Jeju Air dengan dua kecelakaan fatal yang melibatkan pesawat jet Boeing 737 Max yang bermasalah pada tahun 2018 dan 2019.

Selain itu, pada Januari 2024, penahan pintu terlepas dari 737 Max saat sedang terbang menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang pesawat (Boeing) itu.

“Boeing 737-800 yang jatuh di Korea adalah pesawat yang sangat terbukti. Berbeda dengan Max… Ini adalah pesawat yang sangat aman,” kata Price.

Reputasi Boeing dalam hal keselamatan ternoda terutama oleh kecelakaan 737 Max, yang terjadi di lepas pantai Indonesia dan di Ethiopia dengan jarak kurang dari lima bulan pada tahun 2018 dan 2019 dan menewaskan total 346 orang.

Dalam lima tahun sejak saat itu, Boeing telah merugi lebih dari US$ 23 miliar. Dan telah tertinggal dari pesaingnya dari Eropa, Airbus, dalam hal penjualan dan pengiriman pesawat baru.

Dikutip dari Guardian, AS mengirim penyelidik untuk membantu investigasi penyebab jatuhnya Jeju Air di Bandara Muan pada Minggu dini hari.

Tim penyelidik tersebut terdiri dari Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB), Badan Penerbangan Federal (FAA), dan Boeing.

“NTSB memimpin tim penyelidik AS (NTSB, Boeing, dan FAA) untuk membantu Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan dan Kereta Api Republik Korea (ARAIB) dalam investigasi mereka terhadap kecelakaan Jeju Air pada 29 Desember di Bandara Internasional Muan di Muan, Republik Korea,” tulis akun NTSB Newsroom di X.

Kinerja Keuangan dan Saham Boeing

Hingga kuartal III-2024, Boeing melaporkan kerugian lebih dari US$ 6 miliar atau sekitar Rp 96,6 triliun (asumsi kurs Rp 16.100/US$), menjadi yang terbesar sejak 2020 ketika pandemi menghentikan sebagian besar permintaan pesawat dan pesawat terlarisnya dihentikan produksinya setelah dua kali kecelakaan.

Pendapatan Boeing hingga kuartal III-2024 mencapai US$ 17,8 miliar atau sekitar Rp 286,58 triliun, turun kurang dari 2% dari tahun sebelumnya, serta kerugian sebesar US$ 9,97 per saham dan arus kas keluar operasional sebesar US$ 1,3 miliar.

Perusahaan mengungkapkan biaya lebih dari US$ 5 miliar di seluruh unit komersial dan pertahanannya dan mengatakan bahwa perusahaan mengakhiri kuartal ketiga dengan uang tunai dan surat berharga yang dapat dipasarkan sebesar US$ 10,5 miliar.

Sementara itu, kerugian unit pesawat komersialnya membengkak menjadi lebih dari US$ 4 miliar dari kerugian US$ 678 juta setahun sebelumnya. Biaya tersebut terkait dengan penundaan tambahan peluncuran pesawat berbadan lebar 777X hingga 2026 dan penundaan lain yang terkait dengan 767. Boeing berencana untuk mengakhiri produksi 767 saat pesanan terpenuhi pada 2027.

CFO Boeing, Brian West mengatakan perusahaan kemungkinan akan terus membakar uang tunai hingga tahun depan, yang menunjukkan kemungkinan perbaikan pada paruh kedua 2025. Boeing awalnya berencana untuk memiliki arus kas positif pada 2024.

Sementara dari kinerja sahamnya, sehari setelah kabar jatuhnya Jeju Air, saham Boeing ditutup ambruk 2,31% ke posisi US$ 176,55 per lembar. Namun di perdagangan terakhir 2024, saham Boeing berhasil bangkit dan menguat 0,25% di posisi US$ 177 per lembar.

Namun sepanjang 2024, saham Boeing terpantau ambruk hingga 32,1%.

Di tengah krisis ini, Boeing juga masih berjuang mengatasi dampak hukum dari kecelakaan 737 Max beberapa tahun lalu. Pada Juli, perusahaan setuju mengaku bersalah atas tuduhan menipu pemerintah terkait dua kecelakaan fatal yang melibatkan model tersebut.

Boeing 737-800 dikenal memiliki catatan keselamatan yang baik dan digunakan oleh hampir 200 maskapai di seluruh dunia. Namun, kecelakaan ini meningkatkan pengawasan terhadap lini produk Boeing di tengah reputasi yang terus dipertaruhkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*