Nilai tukar mata uang Asia cenderung menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar non-deliverable forward (NDF) hari ini (16/9/2024).
Dilansir data Refinitiv pukul 15:11 WIB di pasar NDF, won Korea Selatan melesat 0,67%, peso Filipina menguat 0,24%, rupiah Indonesia naik 0,15%, hingga yuan China mengalami apresiasi tipis 0,03%.
Sebagai informasi, NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (13/9/2024), rupiah ditutup pada level Rp15.395/US$, menguat 0,19% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya (12/9/2024) dan jika hari ini perdagangan dibuka, rupiah berada di kisaran level Rp15.380/US$.
Perkasanya mata uang Asia termasuk rupiah ini tak lepas dari lemahnya indeks dolar AS (DXY) yang turun 0,4% ke level 100,7.
Hal tersebut terjadi bersamaan dengan potensi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang semakin jelas terlihat di depan mata pada pertengahan pekan ini.
Beberapa hal pendukung seperti inflasi produsen, konsumen, Personal Consumption Expenditure (PCE), hingga data ketenagakerjaan menunjukkan bahwa ekonomi AS saat ini cenderung melambat. Oleh karena itu, diperlukan booster salah satunya dengan menurunkan suku bunga.
Survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa sekitar 59% pelaku pasar berekspektasi terjadinya pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bps), Sementara 41% lainnya lebih konservatif dengan pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps.
Jika hal tersebut benar terjadi, DXY berpotensi kembali anjlok dan mata uang Asia akan cenderung menguat.