
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menunjukkan komitmennya dalam melindungi masyarakat dari penipuan transaksi keuangan. Salah satunya melalui pembentukan Indonesia Anti Scam Center (IASC).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyatakan, pihaknya berupaya untuk terus meningkatkan efektivitas penegakan integritas dan pelindungan konsumen. IASC pun menjadi persembahan OJK untuk meningkatkan integritas sektor jasa keuangan Indonesia.
“Penanganan penipuan atau scam yang terjadi di sektor keuangan juga kami atasi dan inisiasikan melalui pembentukan Indonesia Anti Scam Center,” ujar Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Dia melanjutkan, kehadiran IASC diharapkan dapat memberikan peluang lebih besar untuk korban penipuan dalam upaya memperoleh pengembalian dana. Terlebih lagi, penanganan masalah tersebut diklaim menjadi lebih cepat dengan menggunakan lASC.
“Sehingga, korban scam memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh pengembalian dana dengan langkah penanganan yang lebih cepat melalui IASC,” imbuh dia.
Ke depannya, kata Mahendra, penanganan scam akan diperkuat dengan rencana pembentukan Global Anti Scam Alliance Indonesia Chapter. Hal ini dilakukan guna memperkuat penanganan penipuan yang terjadi di masyarakat.
“Ke depan, penanganan scam akan diperkuat dengan rencana pembentukan Global Anti-Scam Alliance Indonesia Chapter,” jelasnya.
Dalam konferensi pers PTIJK 2025, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan, IASC sebenarnya sudah diluncurkan sejak tahun lalu. Hal ini merupakan inisiatif OJK.
Sebagaimana diketahui, dalam UU P2SK, OJK mendapat mandat untuk menjadi koordinator anti scam, sehingga lembaga ini turut berfokus pada penanganan masalah pinjol ilegal dan transaksi ilegal. Dalam perjalanannya, antusiasme masyarakat terhadap kehadiran IASC cukup besar. Banyak kasus yang diadukan masyarakat melalui IASC, termasuk kasus-kasus lama.
“Kami sampaikan per 9 Februari tahun 2025, total laporan yang sudah diterima oleh Indonesia Anti Scam Center adalah 42.257 laporan dan yang sudah diverifikasi adalah 40.931 laporan. Total rekening yang terverifikasi 70.390 rekening dan yang sudah kita blokir adalah 19.980 rekening yang sudah kita blokir,” ungkap dia.
Friderica melanjutkan, total dana kerugian masyarakat akibat tindakan scam dalam waktu tiga bulan mencapai Rp 700 miliar dan sudah OJK blokir sekitar Rp 100 miliar atau sekitar 15%. Menurutnya, kecepatan korban dalam melaporkan kasus penipuan akan menentukan berapa besar dana yang bisa diselamatkan.
“Dari berbagai aduan yang diterima, kita bisa menyampaikan beberapa modus yang paling sering dilaporkan. Yang pertama adalah penipuan belanja online dan jual-beli online. Jadi sudah transfer barangnya ternyata tidak ada, itu paling sering,” jelasnya.
Selanjutnya, terdapat kasus penipuan yang berkedok investasi. Jadi, seolah-olah masyarakat yang jadi korban telah berinvestasi, tapi ternyata tidak pernah ada keuntungan yang masuk padahal mereka sudah terlanjur melakukan transfer kepada tersangka penipuan.
Penipuan lainnya berkedok undian berhadiah. Jadi, masyarakat bisa saja dihubungi oleh tersangka penipuan bahwa korban berhak mendapat hadiah. Namun, penerima hadiah harus membayar dulu pajaknya padahal ini jelas penipuan.
Ada pula penipuan berupa fake call atau panggilan palsu melalui media sosial seperti Instagram. Jadi, pihak penipu bisa saja melakukan DM melalui Instagram calon korban untuk melakukan tindakan kejahatannya.
“Ini hati-hati, karena ketika mereka melakukan DM ke Instagram kita, biasanya mereka sudah melakukan profiling, jadi mereka bisa tahu nama panggilan kita, terus kita bergerak ke bidang apa, apa interes kita, karena semua sangat mudah dicari di sosial media kita. Ini juga banyak dilaporkan. Kemudian penipuan penawaran kerja, ini juga banyak kita baca di media-media, banyak sekali menjadi korban penipuan kerja ini juga banyak dilaporkan,” ungkap Friderica.
Masih banyak lagi bentuk penipuan yang bisa menimbulkan kerugian finansial bagi para korbannya. Misalnya pinjol fiktif, lalu penipuan berupa pengiriman file APK melalui WhatsApp yang dapat menyedot dana rekening bank jika korban membuka file tersebut.
Ada juga penipuan berupa love scam, di mana korban akan kehilangan uangnya akibat ditipu oleh orang yang dirasa memiliki hubungan spesial. Padahal, orang tersebut tidak jelas identitasnya dan tidak pernah bertemu secara langsung dengan korban.
“Ini hati-hati ya, banyak sekali love scam yang banyak terjadi juga, yang kemudian orang sudah terlanjur mengirim uang, merasa punya relationship tertentu dengan orang yang padahal itu fake itu banyak sekali,” pungkas dia.
Sebagai informasi, IASC merupakan forum kerjasama antara Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dengan pelaku industri perbankan, penyedia jasa pembayaran, e-commerce, dan pihak terkait lainnya, yang bertujuan untuk menindaklanjuti laporan penipuan (scam) di sektor keuangan Indonesia secara cepat, timely, dan berefek-jera sesuai ketentuan yang berlaku.